Berita Pandeglang, Asajabar.com – Reforma Agraria tidak hanya memberi kepastian hukum atas tanah, tetapi juga membuka jalan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Hal itu tampak di Desa Bandung, Kabupaten Pandeglang, yang mengelola objek Desa Wisata Bukit Sinyonya. Pada Januari 2025 lalu, desa ini ditetapkan sebagai salah satu Kampung Reforma Agraria terbaik.
Pengelola Bukit Sinyonya, Asep Adam (25), menyampaikan bahwa potensi ekonomi desanya sudah ada sejak lama, tetapi sulit berkembang tanpa adanya pemberdayaan dari program Reforma Agraria. Program tersebut dinilai mampu melibatkan generasi muda untuk mengelola potensi desa secara produktif dan berkelanjutan.
“Kalau tidak dikemas dengan baik, tidak ada keberlanjutan. Tidak akan ada regenerasi. Misalnya, penganyam dari dulu ibu-ibu sudah ada, tapi sekarang mereka sudah sepuh, anak mudanya tidak ada yang mau meneruskan. Dengan adanya desa wisata ini, anak muda mulai tertarik,” jelas Asep saat ditemui di Bukit Sinyonya, Senin (22/9/2025).
Sejak diresmikan sebagai Kampung Reforma Agraria pada 2023, kreativitas generasi muda terus tumbuh. Para pengrajin anyaman yang semula hanya membuat tas pandan sederhana, kini mampu berinovasi menghasilkan produk baru, seperti sepatu berbahan pandan hingga tas dengan desain kekinian.
“Yang awalnya ibu-ibu cuma bisa bikin tas, tapi setelah dilatih bersama anak-anak muda, kreativitasnya lebih tinggi. Ragam produk bertambah, nilai jualnya juga meningkat,” tambah Asep yang kini menempuh studi di Prodi Pariwisata, Universitas Terbuka Serang.
Perubahan juga terjadi pada peran para pengrajin. Mereka kini bukan hanya memproduksi, tetapi juga menjadi instruktur bagi masyarakat dan wisatawan.
“Sekarang kami tidak hanya menjual produk, tapi juga mengajarkan. Yang awalnya cuma pengrajin biasa, sekarang bisa jadi instruktur,” kata Asep.
Hal ini dirasakan langsung oleh masyarakat desa. Ani (52), seorang pengrajin, mengaku keterampilan menganyam telah menjadi sumber penghidupan keluarganya.
“Dulu kehidupan kami hanya dari hutan ke rumah, menganyam. Dari kecil saya sudah bisa menganyam. Sekarang, dari hasil menganyam, saya bisa beli sepatu baru, bahkan sedikit banyak membantu biaya kuliah anak,” ungkapnya.
Ani menambahkan, keberadaan Reforma Agraria membuat masyarakat lebih mudah mengelola tanah dan sumber daya desa, sekaligus memperluas jejaring kerja sama.
“Saat ini kami sudah berkolaborasi dengan universitas, pihak swasta, dan pemerintah daerah untuk terus mendukung serta meningkatkan desa wisata kami,” pungkasnya.
Kini, Desa Wisata Bukit Sinyonya menjadi bukti bahwa Reforma Agraria tidak hanya soal kepemilikan tanah, tetapi juga pemberdayaan masyarakat untuk mengelola potensi lokal, meningkatkan kreativitas, dan menggerakkan perekonomian desa.













