Berita Ciamis, Asajabar.com – Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Kabupaten Ciamis kembali menerima kunjungan studi tiru, Selasa (22/4/2025). Kali ini, Baznas Kabupaten Majalengka datang untuk menggali informasi dan strategi pengelolaan Zakat, Infak, dan Sedekah (ZIS) khususnya di lingkungan Unit Pengumpul Zakat (UPZ) desa.
Wakil Ketua III Bidang Perencanaan Keuangan dan Pelaporan, Embed Humed, M.Pd, mengatakan bahwa tujuan utama kunjungan ini adalah untuk menjalin silaturahmi dan membangun sinergi antar Baznas di wilayah Tatar Pasundan, sekaligus mempelajari program-program unggulan dari Baznas Ciamis.
“Kami sangat tertarik dengan program infak desa yang telah berjalan luar biasa di Ciamis. Nominalnya besar dan pengelolaannya profesional. Ini akan kami coba terapkan di Majalengka. Selain itu, pengelolaan aplikasi SIMBA yang sudah mendapat grade A juga menjadi perhatian kami,” ujar Embed.
Ia mengakui bahwa Baznas Majalengka memiliki keunggulan dalam penghimpunan zakat dari ASN, namun masih perlu belajar dari Ciamis dalam pengembangan infak dan sedekah masyarakat, terutama di desa.
Meski di Majalengka telah ada program Gerakan Infak dan Sedekah Rp2.000 (Gasibu), namun pola penghimpunannya dinilai belum seefektif di Ciamis.
Embed menambahkan bahwa tantangan di Majalengka terletak pada pemberdayaan UPZ desa, yang saat ini sebagian besar hanya aktif saat pengumpulan zakat fitrah. Padahal, Majalengka memiliki 343 desa yang seluruhnya telah memiliki UPZ, namun belum dimanfaatkan secara optimal.
“Kultur masyarakat Sunda itu sejatinya sangat dermawan. Namun belum dimaksimalkan. Maka dari itu, pola dari Ciamis ini akan kami adopsi, khususnya dalam memperdayakan UPZ desa agar bisa menjadi garda terdepan dalam merespons kebutuhan darurat masyarakat di tingkat desa,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua Baznas Ciamis, KH. Lili Miftah, MBA menyambut baik kunjungan tersebut. Ia menjelaskan bahwa Baznas Ciamis terus mendorong inovasi, baik dalam digitalisasi penghimpunan zakat, infak, dan sedekah, maupun dalam membangun ekosistem infak desa yang kuat.
“Saat ini, penghimpunan infak di desa sudah dilakukan secara digital. Kami juga terus memperluas jaringan UPZ hingga ke desa-desa. Konsepnya adalah membangun dari desa dan kembali ke desa. Hal ini menjawab tantangan pendistribusian yang lebih dekat dan efisien kepada masyarakat,” jelas KH. Lili.
Menurutnya, kunci keberhasilan adalah membangun kepercayaan masyarakat melalui tiga prinsip: Kahartos (dipahami), Karaos (dirasakan penting), dan Aya Buktos (ada buktinya). Dengan pendekatan tersebut, partisipasi masyarakat dalam program infak desa terus meningkat.
Salah satu inovasi yang mulai membuahkan hasil adalah program “kenclengnisasi”, yaitu distribusi celengan infak ke rumah-rumah warga. Program ini terbukti meningkatkan penghimpunan dari hanya Rp3 juta menjadi Rp34 juta per bulan di beberapa desa.
“Kami ingin desa menjadi mandiri melalui zakat, infak, dan sedekah. Harapannya, tidak ada lagi kemiskinan ekstrem, kelaparan, stunting, atau rumah tidak layak huni. Itulah tujuan akhir dari semua program kami,” pungkasnya. (TONY)