Berita Ciamis, Asajabar.com – Ledakan yang terjadi di SMAN 72 Jakarta menyita perhatian berbagai pihak, termasuk tokoh agama di Kabupaten Ciamis. Dua tokoh Muhammadiyah dan pesantren di Ciamis menilai peristiwa tersebut harus menjadi pelajaran bersama untuk memperkuat pendidikan akhlak serta pengawasan orang tua terhadap anak.
Tokoh Muhammadiyah Kabupaten Ciamis, KH. Iif Taufiq El Haque, menyampaikan keprihatinannya dan meminta agar pihak kepolisian mengusut kasus tersebut secara menyeluruh untuk mengetahui motif di balik peristiwa itu.
“Amat sangat menyayangkan kejadian ledakan di SMA 72 Jakarta. Kita semua harus berhati-hati dalam menilai dan jangan terburu-buru menyimpulkan. Saya berharap pengusutannya dilakukan secara tuntas agar terapi sosial dan pendidikan yang diberikan juga tepat,” ujar KH. Iif di Ciamis, Senin (10/11/2025).
Ia mengimbau masyarakat, khususnya umat Islam, agar tidak mudah terpancing dan menyerahkan penanganan kasus tersebut kepada aparat hukum. Menurutnya, kejadian itu harus menjadi momentum memperkuat pendidikan agama dan pengawasan terhadap anak-anak.
“Kalau memang ini murni tindakan kriminal, maka para siswa perlu dibimbing agar memahami agama secara benar. Orang tua juga harus lebih aktif mengontrol lingkungan pergaulan anak-anaknya, termasuk penggunaan gawai dan internet,” katanya.
KH. Iif menekankan bahwa pendidikan agama harus menjadi kendali moral agar siswa tidak berbuat merugikan orang lain. Ia juga mengingatkan peran sekolah dan guru agar tidak sekadar mentransfer ilmu, tetapi juga menanamkan nilai-nilai adab dan akhlak kepada siswa.
“Guru bukan hanya pengajar, tapi pembentuk akhlak. Media juga perlu memberitakan secara berimbang, bukan menghakimi, melainkan memberi edukasi bagi masyarakat,” tambahnya.
Sementara itu, Pimpinan Pondok Pesantren Al Hasan Ciamis, KH. Syarif Hidayat, menilai kejadian di SMAN 72 Jakarta mencerminkan lemahnya pendidikan akhlak di kalangan remaja.
“Saya melihatnya dari sudut akhlak, bukan semata sisi kriminal. Akhlak bangsa, terutama di kalangan remaja, sudah mulai dangkal. Padahal akhlak adalah hal yang paling mendasar dalam kehidupan manusia,” ujarnya.
KH. Syarif menegaskan, akhlak yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadis harus kembali menjadi dasar dalam dunia pendidikan. Ia mengutip pemikiran Ki Hajar Dewantara yang menempatkan pembentukan karakter dan moral di atas segalanya.
“Etika dan moral bersumber dari hasil pemikiran manusia, tapi akhlak bersumber dari wahyu. Karena itu, pendidikan akhlakul karimah harus menjadi fondasi utama kurikulum agar anak-anak memiliki kepribadian yang baik dan beradab,” katanya.
Ia juga meminta para guru agama dan orang tua untuk tidak takut menanamkan nilai-nilai akhlakul karimah di sekolah maupun di rumah. Menurutnya, pembelajaran berbasis akhlak tidak menjadikan seseorang ekstrem, justru membentuk pribadi yang toleran dan menghargai sesama.
“Kalau anak-anak memahami akhlakul karimah, mereka tidak akan melawan orang tua, tidak menggugat guru, apalagi melakukan tindakan yang membahayakan. Semua berpijak pada nilai-nilai kemanusiaan dan ketuhanan,” tambahnya.
KH. Syarif mengingatkan bahwa pengaruh media sosial terhadap anak sangat besar, sehingga peran keluarga dan lembaga pendidikan harus diperkuat untuk membentengi moral generasi muda.







