Berita Jakarta, Asajabar.com – Mahkamah Konstitusi (MK) resmi memutuskan untuk memisahkan pelaksanaan pemilu nasional dan pemilu daerah. Pemilu nasional, yang meliputi pemilihan anggota DPR, DPD, serta Presiden dan Wakil Presiden, akan tetap digelar secara serentak.
Sementara itu, pemilu daerah seperti pemilihan DPRD provinsi/kabupaten/kota akan digabung dengan pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada).
Putusan tersebut tertuang dalam amar putusan perkara nomor 135/PUU-XXII/2024 terkait uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 2015 mengenai Pilkada.
“Mahkamah mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian,” ujar Ketua MK, Suhartoyo, saat membacakan putusan di Gedung MK, Jakarta, baru-baru ini.
Dalam putusannya, MK menetapkan bahwa pemilihan kepala daerah digelar paling cepat dua tahun dan paling lama dua tahun enam bulan setelah pemilihan presiden.
Mahkamah menilai jeda waktu tersebut memberi ruang bagi masyarakat untuk mengevaluasi kinerja pemerintah serta memungkinkan partai politik lebih siap dalam mencalonkan kader terbaiknya.
Putusan ini disambut positif oleh Muhemin, inisiator Literacy and Democracy of National Leaders (LIDENAL).
Ia menilai kebijakan ini menjadi peluang strategis untuk meningkatkan kualitas kepemimpinan di daerah.
“Menurut saya, rentang waktu antara pemilihan nasional dan daerah ini merupakan momentum yang baik bagi daerah untuk menyiapkan pemimpin yang kompeten dan berkualitas,” ujar Muhemin.
Ia juga menyoroti fenomena kotak kosong yang terjadi pada sejumlah pilkada sebelumnya, termasuk di Kabupaten Ciamis.
Menurutnya, pilkada yang digelar terlalu berdekatan dengan pemilu nasional berpotensi mengganggu stabilitas internal partai politik.
“Dulu, pemilu dan pilkada beririsan secara langsung sehingga banyak partai tidak punya cukup waktu untuk mempersiapkan kader. Ini menyebabkan munculnya calon tunggal dan kotak kosong di beberapa daerah,” jelasnya.
MK dalam pertimbangannya juga menyoroti dampak negatif pemilu serentak yang terlalu padat dalam waktu berdekatan. Hal ini dinilai menghambat masyarakat dalam menilai kinerja pemerintahan, serta membuat isu-isu pembangunan daerah tenggelam oleh hiruk-pikuk politik nasional.
“Pembangunan di provinsi dan kabupaten/kota harus tetap menjadi perhatian utama, dan tidak boleh dikalahkan oleh dinamika politik nasional,” tegas hakim dalam putusan tersebut.
MK juga menilai bahwa tumpang tindih tahapan pemilu nasional dan daerah dalam waktu yang berdekatan dapat mengganggu konsolidasi internal partai politik. Dengan adanya pemisahan jadwal ini, diharapkan stabilitas politik dapat lebih terjaga dan proses demokrasi berjalan lebih berkualitas.