Berita Kupang, Asajabar.com – Program Redistribusi Tanah bagi warga eks pejuang Timor Timur (Timtim) di Kabupaten Kupang yang dilaksanakan pada 2023 menjadi wujud nyata penyelesaian persoalan kemanusiaan yang telah berlangsung hampir tiga dekade. Melalui program tersebut, warga eks pejuang Timtim akhirnya memperoleh kepastian hak atas tanah sekaligus hunian layak.
Dengan tersedianya lahan dan rumah, permasalahan sosial yang selama ini dialami warga eks Timtim, seperti tinggal di lokasi penampungan maupun lahan milik pemerintah, TNI, atau warga setempat, mulai berangsur teratasi. Program ini juga membuka kesempatan bagi mereka untuk memulai kehidupan baru yang lebih layak dan berkeadilan.
Bupati Kupang, Yosef Lede, menegaskan bahwa redistribusi tanah merupakan salah satu solusi atas persoalan kemanusiaan yang telah berlangsung selama 27 tahun.
“Program ini pada dasarnya untuk memberikan solusi terhadap permasalahan kemanusiaan yang sudah berlangsung selama 27 tahun. Keberadaan saudara-saudara kita warga eks pejuang Timtim diberikan hak dan identitas untuk memiliki tempat hunian atau rumah yang layak,” ujar Yosef Lede saat ditemui di Kantor Bupati Kupang.
Ia menyampaikan apresiasi kepada Presiden Republik Indonesia dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) atas terlaksananya program tersebut. Menurutnya, pembangunan sebanyak 2.100 unit rumah menjadi jawaban konkret atas kebutuhan tempat tinggal warga eks Timtim.
“Sebagai Pemerintah Kabupaten Kupang, kami sangat bersyukur dan berterima kasih kepada Bapak Presiden dan Kementerian ATR/BPN. Pembangunan 2.100 unit rumah ini menjadi solusi nyata agar warga eks Timtim mendapatkan hunian yang layak dan sah secara hukum,” katanya.
Penyerahan sertipikat hasil redistribusi tanah beserta unit rumah dilakukan secara bertahap. Hingga kini, sebanyak 1.904 dari total 2.100 sertipikat dan rumah telah diserahkan kepada penerima manfaat.
“Tidak diserahkan sekaligus karena kondisi di lapangan. Ada beberapa rumah yang mengalami kerusakan akibat pergeseran tanah dan hujan sehingga harus diperbaiki terlebih dahulu. Rumah ini harus menjadi solusi, bukan justru menimbulkan persoalan baru,” jelas Yosef Lede.
Pembagian rumah dilakukan secara proporsional, dengan komposisi 60 persen untuk warga eks pejuang Timtim dan 40 persen untuk warga lokal. Skema tersebut merupakan bentuk penghargaan kepada masyarakat setempat yang telah menghibahkan tanahnya untuk pelaksanaan program.
“Warga eks pejuang Timtim memang menjadi prioritas. Namun karena tanah yang digunakan merupakan milik warga lokal, maka ada kesepakatan agar sebagian rumah juga diberikan kepada warga setempat yang belum memiliki tempat tinggal,” ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Fransiska Vivi Ganggas, menyebut program redistribusi tanah dan penyediaan rumah bagi warga eks Timtim ini sebagai langkah bersejarah yang belum pernah terjadi sebelumnya di NTT.
Ia menjelaskan bahwa ketika warga eks Timtim memilih bergabung dengan Indonesia, mereka tidak memperoleh lahan untuk bermukim sehingga harus menempati berbagai lokasi secara tidak tetap.
“Mereka memilih bergabung dengan Indonesia, tetapi saat itu tidak memiliki tempat tinggal. Akhirnya mereka mengokupasi berbagai lokasi, baik yang layak maupun tidak layak,” tutur Fransiska.
Menurutnya, lokasi redistribusi tanah di Kabupaten Kupang berasal dari tanah bekas Hak Guna Usaha (HGU) yang telah ditetapkan sebagai Tanah Cadangan Umum Negara (TCUN) dan selanjutnya menjadi Tanah Objek Reforma Agraria (TORA). Melalui sinergi Kementerian ATR/BPN dan Pemerintah Kabupaten Kupang, tanah tersebut dibagikan kepada 2.100 keluarga penerima manfaat.
“Ini satu paket: tanah, rumah, dan sertipikat. Hal seperti ini baru terjadi di NTT sejak wilayah ini berdiri, yakni pemberian tanah dan rumah sekaligus sertipikatnya kepada 2.100 warga eks Timtim,” ungkap Fransiska.
Ia berharap kepemilikan tanah, rumah, dan sertipikat tersebut dapat menjadi fondasi kuat bagi warga eks pejuang Timtim untuk membangun kehidupan yang lebih baik, stabil, dan berkelanjutan di masa depan.













