Berita Pangandaran, Asajabar.com – Pelaksanaan program revitalisasi Sekolah Menengah Atas Swasta (SMAS) Muhammadiyah di Pangandaran menuai sorotan akibat adanya pelanggaran protokol keselamatan kerja. Sejumlah pekerja terlihat tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) selama menjalankan tugas di lokasi konstruksi yang berlokasi di Jalan Merdeka No. 27, Desa Pananjung, Kecamatan Pangandaran.
Proyek bernilai Rp 906,4 juta tersebut merupakan bantuan pemerintah dari Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2025. Dana tersebut dialokasikan untuk rehabilitasi lima ruang kelas dan satu laboratorium dengan jangka waktu pengerjaan 120 hari kalender, terhitung sejak 27 Agustus 2025.
Perwakilan Panitia Pembangunan Satuan Pendidikan (P2SP), Ryan Nurdiana, menjelaskan bahwa proyek ini dilaksanakan dengan skema swakelola dengan pendampingan tim teknis dari konsultan dan fasilitator.
“Dengan skema swakelola, sekolah memiliki peran dalam mengelola dana secara mandiri, termasuk menentukan spesifikasi material. Misalnya, untuk rangka atap kami memilih kayu, bukan baja ringan, dengan pertimbangan lokasi yang dekat dengan laut. Seluruh proses kami lakukan dengan berkonsultasi kepada tim teknis pendamping,” jelas Ryan saat diwawancarai, Senin (8/9/2025).
Namun, sorotan muncul tidak hanya pada pelanggaran APD, tetapi juga setelah terjadinya sebuah insiden kecelakaan kerja di lokasi proyek tersebut. Ryan membenarkan kejadian tersebut.
“Benar, telah terjadi insiden. Penyebabnya diduga karena korban dalam kondisi mengantuk sehingga kurang fokus. Kami bertanggung jawab dan telah membantu proses pengobatannya melalui BPJS,” ujarnya.
Lebih lanjut, Ryan menegaskan bahwa pihaknya telah menyediakan APD bagi seluruh pekerja. “Kami sudah menyediakan APD dan terus mengingatkan para pekerja untuk menggunakannya,” imbuhnya.
Mengenai pengawasan, Ryan menyebut bahwa konsultan yang bertugas mungkin sedang berada di lokasi proyek lain, seperti RSUD Pandega, sehingga pengawasan tidak berjalan maksimal di lokasi.
Padahal, kewajiban penggunaan APD di area konstruksi telah diatur secara tegas dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 8 Tahun 2010.
Peraturan tersebut mewajibkan setiap pekerja menggunakan APD yang sesuai standar, seperti helm, kacamata, rompi reflektif, sarung tangan, dan alas kaki keselamatan, sebagai bagian dari upaya menciptakan lingkungan kerja yang aman.
Kecelakaan kerja dapat menimpa siapa saja yang berada di area proyek, bukan hanya pekerja. Oleh karena itu, kepatuhan terhadap protokol Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), termasuk penggunaan APD, merupakan hal yang mutlak dan tidak dapat diabaikan. (M. DRAJAT)













