Berita Jakarta, Asajabar.com – Dua kubu calon presiden dan wakil presiden, yaitu Ganjar Pranowo-Mahfud Md (Ganjar – Mahfud) dan Anies Baswedan – Muhaimin Iskandar (AMIN), sepakat bahwa Pilpres 2024 seharusnya berlangsung dua putaran.
Hal ini disampaikan oleh Ketua Badan Kebudayaan Nasional (BKN) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Aria Bima, yang juga merupakan Ketua Penjadwalan Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud.
Bima mengatakan bahwa ia dan sesama legislator partai pengusung AMIN di Komisi IV DPR sering berdiskusi dan menemukan adanya upaya menggiring opini publik agar Pilpres 2024 berlangsung satu putaran.
Upaya ini diduga dilakukan melalui lembaga survei yang tidak transparan dalam cara mengambil sampling dan metode pemilihan responden.
“Kami melihat ada lembaga survei yang diharapkan hasil-hasil itu satu putaran,” ujar Bima dalam jumpa pers awal tahun di DPP PDIP, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (2/1/2024).
Bima menilai bahwa hasil survei tersebut tidak mencerminkan realitas di lapangan, di mana acara-acara Ganjar-Mahfud maupun AMIN kerap dibanjiri publik.
Ia juga menyoroti proses perizinan pengambilan sampel yang harus melalui jajaran kepolisian di bawah, yang bisa mencapai 10 hari.
Ia menduga proses ini berpengaruh pada pendapat responden yang sudah digarap sebelumnya.
“Ada kecenderungan orang-orang pikiran satu putaran akan dipaksakan oleh lembaga survei untuk membangun opini dan kami tidak ingin target itu akan diselesaikan dengan ketidaknetralitasan aparat,” imbuhnya.
Oleh karena itu, Bima mengatakan bahwa kubu Ganjar-Mahfud juga telah berkomunikasi dengan kubu AMIN tentang hal ini.
Kedua kubu sepakat bahwa Pilpres 2024 harus berlangsung dua putaran, sesuai dengan konstitusi dan demokrasi.
Bima menduga ada kecenderungan yang mendesain ketika berkomunikasi dengan pihak kubu AMIN.
“Ya tentang apa hasilnya, ya, kita sepakat saja, kami sepakat dua putaran,” kata Bima.
Sementara itu, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mendorong pembentukan komite independen dari kalangan perguruan tinggi untuk mengaudit hasil-hasil survei.
Menurut Hasto, usulnya itu demi menjaga kualitas demokrasi Indonesia.
“Pembentukan komite independen harus dilakukan dari kalangan perguruan tinggi untuk mengaudit hasil-hasil survei karena ini terkait dengan kepentingan rakyat, terkait dengan kualitas demokrasi,” ujarnya. (TONY/ASAJABAR)