Berita Jakarta, Asajabar.com – Wakil Presiden Federasi Serikat Pekerja Farmasi dan Kesehatan Reformasi (FSP FARKES Reformasi) – KSPI Bidang Hubungan Antar Lembaga, Dimas P. Wardhana, yang juga menjabat sebagai Ketua Bidang Seni dan Budaya Exco Pusat Partai Buruh, menyatakan keprihatinannya terhadap kelangkaan gas elpiji bersubsidi 3 kg yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia sejak awal Januari 2025.
Kelangkaan ini menyebabkan kesulitan bagi masyarakat, terutama mereka yang mengandalkan gas elpiji 3 kg untuk kebutuhan sehari-hari. Selain itu, kondisi ini juga memicu kenaikan harga di pasar, sehingga semakin membebani masyarakat, khususnya kelompok ekonomi menengah ke bawah.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2022, sebanyak 64,2% penduduk Indonesia masih menggunakan gas elpiji sebagai sumber energi utama. Namun, dari jumlah tersebut, hanya 34,6% yang mampu membeli gas elpiji dengan harga lebih tinggi. Sementara itu, 65,4% penduduk lainnya menghadapi kesulitan dalam memenuhi kebutuhan energi jika harga gas naik.
Serikat Pekerja Soroti Dugaan Kelangkaan yang Disengaja
Dimas menegaskan bahwa pemerintah harus segera mengatasi kelangkaan gas elpiji 3 kg dan memastikan pasokan tetap tersedia bagi masyarakat yang membutuhkan.
“Kami meminta pemerintah segera bertindak agar pasokan gas elpiji melon 3 kg kembali normal. Pemerintah harus memastikan bahwa masyarakat tidak kesulitan mendapatkan gas subsidi dengan harga yang terjangkau,” ujar Dimas.
Ia juga menyoroti kemungkinan kelangkaan ini terjadi secara disengaja guna mendorong masyarakat beralih ke gas non-subsidi atau jaringan gas (jargas), yang memiliki biaya lebih mahal.
“Masyarakat tidak bisa dipaksa beralih ke gas yang lebih mahal. Pemerintah harus menjamin ketersediaan gas bersubsidi sesuai kebutuhan rakyat,” tambahnya.
Dimas menjelaskan bahwa biaya penggunaan jargas jauh lebih tinggi dibandingkan elpiji 3 kg. Ia mencontohkan bahwa biaya abonemen jargas mencapai Rp40.000 per bulan, sementara total biaya penggunaan bisa mencapai Rp150.000 hingga Rp200.000 per bulan. Sebagai perbandingan, penggunaan elpiji 3 kg hanya berkisar Rp80.000 per bulan.
Lebih lanjut, Dimas menegaskan bahwa jika pemerintah berencana mengurangi subsidi, maka harga gas non-subsidi harus tetap wajar dan tidak terlalu mahal. Selain itu, pengawasan terhadap distribusi gas elpiji bersubsidi perlu diperketat agar tepat sasaran.
“Subsidi harus diberikan kepada mereka yang benar-benar membutuhkan. Jangan sampai orang kaya justru menikmati subsidi yang seharusnya diperuntukkan bagi masyarakat kurang mampu,” katanya.
Ia juga menyinggung perlunya pengawasan ketat terhadap distribusi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi seperti Pertalite agar tidak disalahgunakan oleh pihak yang tidak berhak.
“Kami berharap pemerintah segera mengatasi kelangkaan gas elpiji 3 kg ini dan memastikan bahwa masyarakat bisa mendapatkan energi dengan harga yang wajar,” tutupnya. (GERI)