Berita Ciamis, Asajabar.com – Anggota Komisi D DPRD Kabupaten Ciamis fraksi PKS, Dede Herli, menyampaikan keprihatinannya atas kebijakan pemerintah pusat yang menonaktifkan 39.610 peserta BPJS Kesehatan Penerima Bantuan Iuran (PBI) di Kabupaten Ciamis.
Kebijakan yang dikeluarkan Kementerian Sosial ini dinilai berpotensi mengganggu akses layanan kesehatan bagi warga miskin.
Dede menilai, kebijakan tersebut dikhawatirkan dilakukan tanpa proses verifikasi dan validasi data yang faktual dan transparan. Hal ini dapat menimbulkan kerentanan layanan kesehatan, terutama bagi masyarakat tidak mampu yang sangat bergantung pada BPJS PBI.
“Jika dilakukan tanpa validasi yang benar, ini sangat disayangkan. Bisa jadi banyak warga miskin yang BPJS-nya nonaktif tanpa mereka ketahui. Ini akan berdampak besar terhadap layanan kesehatan masyarakat,” ujar Dede kepada Asajabar.com, Selasa (24/6/2025).
Ia mengungkapkan, pihaknya belum menerima laporan resmi terkait data siapa saja yang terdampak dan di wilayah mana mereka berada. Namun, informasi tentang pencoretan itu telah banyak beredar melalui berbagai pihak.
DPRD Siapkan Langkah Pengawasan
Sebagai bentuk tanggung jawab dalam fungsi pengawasan, Komisi D DPRD Ciamis berencana segera berkoordinasi dengan sejumlah pemangku kepentingan, yakni Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, dan BPJS Kesehatan Ciamis maupun BPJS Kesehatan Cabang Kota Banjar.
“Kami akan lakukan koordinasi lintas sektor. Kalau perlu, kita cek langsung ke Kementerian Sosial. Kita ingin tahu dasar penonaktifan ini apa dan apakah datanya benar-benar sesuai,” tegas Dede.
Ia menambahkan bahwa persoalan validasi dan pemutakhiran data penerima bantuan memang menjadi masalah klasik yang belum terselesaikan hingga kini. Sinkronisasi data antara pusat dan daerah dinilai masih lemah.
Perlu Sistem Data Terintegrasi
Dede Herli juga mendorong agar pembaruan data dilakukan secara berkala dan berbasis sistem nasional yang terintegrasi.
Ia menyarankan agar pemerintah desa dilibatkan lebih aktif karena mereka yang paling dekat dengan masyarakat.
“Update data harus dilakukan secara berkala, minimal setiap bulan. Pemerintah desa bisa dilibatkan untuk memperbarui data. Tapi juga harus ada standar dan verifikator yang jelas agar hasilnya akurat dan faktual,” katanya.
Dede berharap agar pemerintah pusat tidak gegabah dalam mengambil kebijakan yang berdampak luas kepada masyarakat miskin, serta lebih mengedepankan koordinasi dan keterbukaan data dengan pemerintah daerah.
“Kami menghormati keputusan pusat, tapi kami ingin memastikan tidak ada warga miskin di Ciamis yang terzolimi hanya karena data yang tidak akurat,” pungkas Dede.
Sebelumnya, telah diberitakan bahwa sebanyak 39.610 warga Ciamis dinonaktifkan dari kepesertaan BPJS PBI oleh pemerintah pusat tanpa koordinasi dengan pemerintah daerah. Kebijakan ini menimbulkan persoalan di lapangan karena sejumlah peserta baru mengetahui status nonaktif saat berobat ke rumah sakit.
Sementara itu, saat hendak dikonfirmasi lebih lanjut, Kepala BPJS Kesehatan Ciamis, Ahmad Sofyan, menolak memberikan pernyataan.