Berita Ciamis, Asajabar.com – Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Ciamis, Drs. KH. Saeful Ujun, yang juga Pimpinan Pondok Pesantren Miftahul Ridwan Maparah, Panjalu, Ciamis, mengajak seluruh santri dan kalangan pesantren untuk memperkuat persatuan serta beradaptasi dengan perkembangan teknologi di momentum Hari Santri Nasional (HSN) yang diperingati pada Rabu (22/10/2025).
Menurut KH. Saeful Ujun, peringatan Hari Santri tahun ini menjadi momentum bersejarah karena seluruh elemen pesantren di Kabupaten Ciamis bersatu dalam satu kegiatan bersama.
“Biasanya kegiatan Hari Santri terpisah-pisah antar kelompok. Tapi tahun ini luar biasa, semua pesantren baik dari Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Persis, dan lainnya bersatu. Tidak ada sekat, semua sadar bahwa persatuan adalah segalanya,” ujarnya usai menghadiri Upacara HSN tingkat Kabupaten Ciamis di Halaman Pendopo.
Ia menambahkan, semangat kebersamaan tersebut harus diiringi dengan kesiapan santri menghadapi tantangan zaman, terutama di era digital.
“Santri harus melek digital dan teknologi. Sekarang, selain berdakwah, santri juga bisa berwirausaha melalui media sosial,” tuturnya.
KH. Saeful Ujun menjelaskan, penguatan pesantren saat ini memiliki landasan hukum yang kuat melalui Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren.
“Undang-undang ini menegaskan pengakuan negara terhadap pesantren sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional. Artinya, lulusan pesantren kini memiliki pengakuan setara dengan pendidikan umum, dengan jenjang ula, wustha, dan ulya,” jelasnya.
Selain itu, KH. Saeful Ujun mengingatkan bahwa lahirnya Hari Santri Nasional, yang ditetapkan melalui Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015, merupakan bentuk penghargaan negara terhadap peran besar para santri dan ulama dalam perjuangan kemerdekan serta pembangunan bangsa.
“Peringatan Hari Santri ini harus dimaknai bukan sekadar seremoni, tetapi sebagai pengingat peran penting santri dalam menjaga keutuhan NKRI,” ujarnya.
Ketua MUI Ciamis sekaligus Pimpinan Ponpes Miftahul Ridwan itu juga menegaskan bahwa modernisasi pesantren harus tetap berpijak pada nilai-nilai keislaman.
“Pesantren harus dibenahi sesuai perkembangan zaman, tetapi tetap mengutamakan akidah dan akhlak. Para kiai juga harus peka terhadap teknologi, kondisi, dan situasi yang berkembang,” pungkasnya.