Berita Jakarta, Asajabar.com – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) terus mempercepat penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) guna menekan laju alih fungsi lahan sawah yang mengancam ketahanan pangan nasional. Upaya ini dibahas dalam Rapat Koordinasi Percepatan Penetapan LP2B dan Lahan Sawah yang Dilindungi (LSD) di Kantor Kemenko Bidang Pangan, Jakarta, Selasa (11/11/2025).
Menteri ATR/Kepala BPN, Nusron Wahid, mengatakan percepatan ini penting untuk memastikan ketersediaan lahan pangan tetap terjaga di tengah tingginya tekanan alih fungsi lahan. “Rapat ini merupakan langkah percepatan pembentukan tim dan verifikasi penetapan lahan LP2B dan LSD di berbagai provinsi, terutama 12 provinsi prioritas. Supaya ketahanan pangan dapat tercapai dan lahan pertanian tidak tergerus untuk kepentingan lain,” ujarnya.
Dalam rapat tersebut disepakati bahwa Menteri ATR/Kepala BPN akan bertindak sebagai Ketua Harian Tim Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian. Sementara itu, Menko Pangan ditunjuk sebagai Koordinator Pengendalian Alih Fungsi Lahan dan Menko Infrastruktur serta Pengembangan Kewilayahan menjadi Wakil Koordinator.
LP2B merupakan kawasan sawah yang ditetapkan pemerintah sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan yang tidak boleh dialihfungsikan. Penetapan LP2B berasal dari Lahan Baku Sawah (LBS), yang sebagian di antaranya juga dimasukkan ke dalam kategori LSD untuk perlindungan lebih kuat.
Pemerintah telah menetapkan LBS seluas 7,38 juta hektare, dan sekitar 87 persen di antaranya ditetapkan sebagai LP2B. Saat ini baru 194 kabupaten/kota atau sekitar 57 persen wilayah yang telah mencantumkan LP2B dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
“Syarat mutlak untuk mencapai ketahanan pangan adalah ketersediaan lahan, dan lahan yang dimaksud tentu saja lahan sawah,” tegas Menteri Nusron.
Ia juga menyampaikan bahwa pemerintah tengah menyiapkan revisi Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2019 tentang Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah. Revisi ini diperlukan untuk menyesuaikan nomenklatur kementerian dan memperluas cakupan LSD dari delapan provinsi menjadi 12 provinsi.
Sebelum kebijakan LSD diterapkan, rata-rata alih fungsi sawah nasional mencapai 80.000 hingga 120.000 hektare per tahun. Namun dalam lima tahun terakhir, delapan provinsi yang telah menetapkan LSD berhasil menekan angka tersebut hingga tinggal 5.618 hektare.
Delapan provinsi tersebut meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Sumatra Barat, Banten, D.I. Yogyakarta, Bali, dan Nusa Tenggara Barat. Pemerintah kini memperluas penetapan LSD ke 12 provinsi tambahan, yaitu Aceh, Sumatra Utara, Riau, Jambi, Sumatra Selatan, Bengkulu, Lampung, Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan.
Menko Pangan, Zulkifli Hasan, menyambut baik langkah percepatan penetapan LP2B dan LSD. “Ini kabar gembira. Dengan adanya kebijakan ini, petani bisa tenang karena sawahnya tidak bisa dialihfungsikan. Artinya lahan mereka aman untuk jangka panjang. Kami berharap proses ini bisa selesai dalam waktu dekat,” ujarnya.
Rapat koordinasi tersebut turut dihadiri Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Diaz Hendropriyono, serta perwakilan kementerian dan lembaga terkait. Menteri Nusron juga didampingi Direktur Jenderal Tata Ruang Suyus Windayana, Direktur Jenderal Survei dan Pemetaan Pertanahan dan Ruang Virgo Eresta Jaya, Sekretaris Direktorat Jenderal Tata Ruang Reny Windyawati, dan Direktur Pengendalian Hak Tanah, Alih Fungsi Lahan, Kepulauan, dan Wilayah Tertentu, Andi Renald.













