Berita Jakarta, Asajabar.com – Direktur Jenderal Survei dan Pemetaan Pertanahan dan Ruang (Dirjen SPPR) Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Virgo Eresta Jaya, mengungkapkan bahwa lebih dari 50% sengketa pertanahan terjadi akibat tidak adanya tanda batas tanah atau patok.
Hal ini menjadi perhatian, terutama saat libur Lebaran, yang merupakan waktu bagi banyak masyarakat Indonesia untuk mudik ke kampung halaman.
Virgo menyarankan agar masyarakat memanfaatkan waktu mudik ini untuk mengecek kondisi patok batas tanah mereka.
“Lebih dari 50% masalah sengketa batas terjadi akibat ketiadaan patok batas. Oleh karena itu, kami akan mengatur dalam regulasi baru bahwa tanda batas harus bersifat permanen.
Tidak bisa lagi menggunakan bambu sebagai tanda batas. Harus ada sesuatu yang permanen, seperti beton, tembok, atau pagar,” jelas Virgo Eresta Jaya saat ditemui di Kantor Kementerian ATR/BPN, Jakarta, Kamis (27/03/2025).
Virgo menambahkan, menjaga aset tanah, termasuk tanah di kampung halaman, merupakan kewajiban setiap pemilik tanah. Salah satu cara untuk menjaga tanah adalah dengan memasang patok batas tanah tersebut.
Pemasangan patok bukan hanya langkah administrasi, tetapi juga merupakan langkah awal dalam proses legalisasi hak atas tanah sebelum sertifikat tanah diterbitkan.
“Bagi yang mudik, pastikan untuk mengecek atau memasang patok atau tanda batas tanahnya. Ketika di kampung halaman, bisa dipasang tembok atau pagar.
Proses pemasangan tanda batas ini juga menjadi kesempatan untuk menjalin silaturahmi dengan tetangga, terutama yang berada di kiri, kanan, dan belakang,” ujarnya.
Menurut Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 16 Tahun 2021, ada beberapa ketentuan terkait penetapan dan pemasangan tanda batas bidang tanah.
Pemasangan patok batas harus dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari pemilik tanah yang berbatasan. Tanda batas tersebut juga harus dipotret dan dilengkapi dengan keterangan lokasi, koordinat, atau geotagging.
Pemeliharaan patok batas menjadi tanggung jawab pemohon, dan pemasangan tanda batas harus disertai dengan surat pernyataan pemasangan serta persetujuan dari pemilik yang berbatasan.
Sebagai bagian dari upaya mengurangi sengketa pertanahan, Kementerian ATR/BPN pada Februari 2023 meluncurkan Gerakan Masyarakat Pemasangan Tanda Batas (GEMAPATAS), yang menargetkan pemasangan 1 juta patok batas secara serentak di seluruh Indonesia.
Gerakan ini bertujuan untuk membantu masyarakat menghindari sengketa tanah sekaligus mempercepat proses pendaftaran tanah.
Dengan adanya inisiatif ini, diharapkan masyarakat dapat lebih sadar akan pentingnya pemasangan patok batas sebagai langkah awal menuju legalitas pertanahan yang lebih jelas dan aman.